Jumat, 02 Mei 2014

Karya Tulis Populer-One Way Malang

JALUR SATU ARAH (ONE WAY) DI KOTA MALANG
Oleh : Fadhilatus Shoimah
NIM : 135060601111023

Kebijakan jalur satu arah merupakan yang paling tepat. -Abah Anton (Walikota Malang).
Kota Malang adalah sebuah kota di Provinsi Jawa TimurIndonesia. Kota ini terletak 90 km di sebelah selatan Kota Surabaya. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, dan dikenal dengan julukan kota pelajar. Setiap tahunnya kota ini selalu kedatangan puluhan ribu pendatang baru, baik itu dari kalangan mahasiswa baru maupun masyarakat biasa yang merantau. Kota dengan luas wilayah 110,06 km² yang notabennya tidak terlalu luas ini menjadi semakin padat. Pada tahun 2010, kepadatan penduduk di kota ini mencapai angka 6.171.
Di bidang transportasi, aktifitas mobilitas penduduk mengakibatkan kemacetan. Kemacetan tersebut kini dianggap sebagai pemandangan sangat biasa yang terjadi di kota ini. Pemerintah berupaya menangani masalah kemacetan ini dengan menerapkan kebijakan jalur satu arah. Penerapan dilakukan pada blok Universitas Brawijaya, Jalan M.T Haryono (kawasan Dinoyo) yang mengarah ke timur bersambungan dengan Jalan D.I Panjaitan. Dari Jalan D.I Panjaitan belok kanan ke Jalan Bogor yang berujung di perempatan Jalan Bandung yang baru dibangun, untuk memisah ke kiri menuju kota & ke kanan menuju Jalan Veteran. Dari Jalan Veteran terus ke barat, bertemu di perempatan ITN, lalu belok kanan menyatu dengan Jalan Gajayana (wilayah Sumbersari).
Jalur satu arah di seputaran lingkar Universitas Brawijaya ini mulai diberlakukan Rabu, 6 November 2013. Penerapan jalur satu arah ini digagas Wali Kota Malang, Moch. Anton untuk mengurai kemacetan dan mengurangi beban di jembatan Soekarno-Hatta.
Peraturan one way ini tidak berlaku bagi angkutan umum, alias masih bebas di jalur seperti biasanya. Mikrolet ini diperbolehkan menentang arus alias bisa melintas dari dua arah. Dampak positifnya adalah warga menjadi lebih sering menggunakan angkutan umum daripada mobil atau sepeda motor pribadi.
Kebijakan satu arah ini sendiri diklaim pemerintah kota sebagai solusi paling tepat dalam mengatasi kemacetan di kawasan sekitar Universitas Brawijaya. Karena, jika satu arah ini dihentikan oleh warga maka pemerintah akan melakukan pelebaran jalar kurang lebih 16 meter yang akan membutuhkan pembebasan lahan dan rumah warga sehingga dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Tetapi terkait pelaksanaannya banyak terjadi pro dan kontra dalam kebijakan jalur satu arah ini. Kebijakan ini banyak mendapat tanggapan kontra utamanya dari kalangan rakyat cilik. Pasalnya, dengan diberlakukannya jalur satu arah ini mengakibatkan jarak tempuh yang dulunya dekat sekarang menjadi jauh, waktu yang terbuang lebih banyak dari sebelumnya, serta bahan bakar yang lebih cepat habis dari sebelumnya. Kebijakan jalur satu arah dinilai tidak mengurai kemacetan tetapi membagi rata volume kendaraan yang melintas di seluruh jalanan sehingga terjadi kemacetan dimana-mana dan dianggap sebagai bukan solusi yang tepat karena dianggap merugikan masyarakat.
Di berbagai jalan yang dulunya dua arah namun kini menjadi satu arah, banyak terdapat poster, spanduk, bahkan baliho bertuliskan “MENOLAK ONE WAY”. Seperti “iki embong pak. Guduk arena sirkuit”, yang disebabkan karena pengendara sepeda motor maupun mobil yang melewati jalur satu arah memacu kendaraan mereka dengan sangat kencang, bahasa kasarannya yaitu kebut-kebutan. Jalan yang menjadi searah, menjadikan pengendara sepeda motor maupun mobil saling mendahului, berebut ingin menjadi yang terdepan seperti layaknya sedang berada di arena sirkuit. Sejumlah kendaraanpun melanggar pembatas jalur yang khusus untuk angkot, sehingga lalu lintas angkot menjadi tersendat-sendat; "Ayas (saya) Wong Cilik Menolak Jalur Satu Arah, Mateni Sandang Pangan", karena pedagang di sepanjang jalur satu arah mengklaim bahwa dengan diterapkannya kebijakan satu arah menyebabkan usaha mereka tidak laku karena sepi tidak ada yang mampir; "Ayas (saya) Getun Milih Ente (Wali Kota Malang, M Anton)", karena jalur satu arah membuat wilayah mereka menjadi rawan terjadi kecelakaan. Dibuktikan dengan sudah beberapa kali terjadi warga tertabrak kendaraan saat menyeberang jalan. Jalur satu arah juga menyebabkan arus lalu lintas di wilayah mereka semakin semrawut sehingga masyarakat merasa menyesal telah memilih walikota yang kini sedang menjabat di Kota Malang; “Balikin... Ooh... Balikin... Jalan gue kayak dulu lagi... Loe harus tanggung jawab kalo jalan ini jadi macet...”, hal ini menunjukkan bahwa warga menginginkan jalur di kawasan tersebut dikembalikan (dua arah) seperti semula; dan “Jalur Satu Arah Mendukung CURANMOR”, yang menunjukkan bahwa dengan adanya jalur satu arah menyebabkan tindak kriminal curanmor semakin menjadi-jadi karena faktor kelancaran dalam berkendara (dapat kebut-kebutan).
Kaum minoritas yang menanggapi kebijakan ini dengan pro berusaha menghibur diri bahwa penerapan one way cocok dilakukan utk mengurai kemacetan terutama di lingkar Universitas Brawijaya sebagai salah satu titik kemacetan. Jika memang one way ini bukan solusi mengatasi kemacetan, pemerintah setempat pasti akan mengkaji ulang aturan yang mereka buat. Karena, disetiap kebijakan yang dibuat, mungkin akan ada kebaikan yang dihasilkan. Setidaknya penulis belajar untuk percaya bahwa semua ini demi kebaikan bersama. Jika perubahan tidak dimulai dari sekarang, mau kapan lagi? Apalagi kami selaku calon mahasiswa perencana kota, pemberlakuan jalur satu arah merupakan salah satu rekayasa lalu lintas yang dibuat untuk mengatasi kemacetan kota Malang. Keluhan-keluhan dari kaum kontra tentunya juga sudah ditampung oleh pemerintah kota untuk disampaikan kepada walikota Malang. Tentunya pemerintah masih terus mengkaji dan memikirkan efeknya jika memang peraturan tersebut benar-benar sudah dilaksanakan sepenuhnya.
Setiap kebijakan dan penerapan sebuah peraturan pasti memiliki pro dan kontra karena terdapat sisi negatif dan positif dalam penerapannya. Cara menyikapinya adalah menelaah lebih lanjut setiap kebijakan yang ada, jika lebih banyak sisi positif yang kita dapat harusnya peraturan tersebut dapat dilanjutkan. Sedangkan sisi negatifnya perlu dicarikan alternatif kebijakan lainnya secara bersama-sama.

Suatu kebijakan yang bagus, tetapi kurang diterima masyarakat karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah sendiri. Dalam teknis pelaksanaannya, kebijakan ini seharusnya menggandeng sinergi-sinergi yang lain yaitu pemerintah kota batu dan pemerintah kabupaten Malang karena memang di jalur tersebut adalah jalur yang strategis sehingga banyak dilalui orang dari berbagai kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar