JALUR SATU ARAH (ONE WAY) DI KOTA MALANG
Oleh : Fadhilatus Shoimah
NIM : 135060601111023
Kebijakan jalur satu arah merupakan
yang paling tepat. -Abah Anton (Walikota Malang).
Kota
Malang adalah sebuah kota di Provinsi Jawa
Timur, Indonesia.
Kota ini terletak 90 km di sebelah selatan Kota
Surabaya. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa
Timur setelah Surabaya,
dan dikenal dengan julukan kota
pelajar. Setiap tahunnya kota ini selalu kedatangan puluhan ribu
pendatang baru, baik itu dari kalangan mahasiswa baru maupun masyarakat biasa
yang merantau. Kota dengan luas wilayah 110,06 km² yang notabennya tidak
terlalu luas ini menjadi semakin padat. Pada tahun 2010, kepadatan penduduk di
kota ini mencapai angka 6.171.
Di
bidang transportasi, aktifitas mobilitas penduduk mengakibatkan kemacetan.
Kemacetan tersebut kini dianggap sebagai pemandangan sangat biasa yang terjadi
di kota ini. Pemerintah berupaya menangani masalah kemacetan ini dengan
menerapkan kebijakan jalur satu arah. Penerapan dilakukan pada blok Universitas
Brawijaya, Jalan M.T Haryono (kawasan Dinoyo) yang mengarah ke timur
bersambungan dengan Jalan D.I Panjaitan. Dari Jalan D.I Panjaitan belok kanan ke
Jalan Bogor yang berujung di perempatan Jalan Bandung yang baru dibangun, untuk
memisah ke kiri menuju kota & ke kanan menuju Jalan Veteran. Dari Jalan
Veteran terus ke barat, bertemu di perempatan ITN, lalu belok kanan menyatu
dengan Jalan Gajayana (wilayah Sumbersari).
Jalur satu arah di
seputaran lingkar Universitas Brawijaya ini mulai diberlakukan Rabu, 6 November
2013. Penerapan jalur satu arah ini digagas Wali Kota Malang, Moch. Anton untuk
mengurai kemacetan dan mengurangi beban di jembatan Soekarno-Hatta.
Peraturan one way ini tidak berlaku
bagi angkutan umum, alias masih bebas di jalur seperti biasanya. Mikrolet ini
diperbolehkan menentang arus alias bisa melintas dari dua arah. Dampak
positifnya adalah warga menjadi lebih sering menggunakan angkutan umum daripada
mobil atau sepeda motor pribadi.
Kebijakan satu arah ini sendiri
diklaim pemerintah kota sebagai solusi paling tepat dalam mengatasi kemacetan
di kawasan sekitar Universitas Brawijaya. Karena, jika satu arah ini dihentikan
oleh warga maka pemerintah akan melakukan pelebaran jalar kurang lebih 16 meter
yang akan membutuhkan pembebasan lahan dan rumah warga sehingga dibutuhkan
biaya yang tidak sedikit.
Tetapi
terkait pelaksanaannya banyak terjadi pro dan kontra dalam kebijakan jalur satu
arah ini. Kebijakan ini banyak mendapat tanggapan kontra utamanya dari
kalangan rakyat cilik. Pasalnya, dengan diberlakukannya jalur satu arah ini
mengakibatkan jarak tempuh yang dulunya dekat sekarang menjadi jauh, waktu yang
terbuang lebih banyak dari sebelumnya, serta bahan bakar yang lebih cepat habis
dari sebelumnya. Kebijakan jalur satu arah dinilai tidak mengurai kemacetan
tetapi membagi rata volume kendaraan yang melintas di seluruh jalanan sehingga terjadi
kemacetan dimana-mana dan dianggap sebagai bukan solusi yang tepat karena
dianggap merugikan masyarakat.
Di berbagai jalan yang
dulunya dua arah namun kini menjadi satu arah, banyak terdapat poster, spanduk,
bahkan baliho bertuliskan “MENOLAK ONE WAY”. Seperti “iki embong pak. Guduk
arena sirkuit”, yang disebabkan karena pengendara sepeda motor maupun mobil
yang melewati jalur satu arah memacu kendaraan mereka dengan sangat kencang,
bahasa kasarannya yaitu kebut-kebutan. Jalan yang menjadi searah, menjadikan
pengendara sepeda motor maupun mobil saling mendahului, berebut ingin menjadi
yang terdepan seperti layaknya sedang berada di arena sirkuit. Sejumlah
kendaraanpun melanggar pembatas jalur yang khusus untuk angkot, sehingga lalu
lintas angkot menjadi tersendat-sendat; "Ayas (saya) Wong Cilik Menolak
Jalur Satu Arah, Mateni Sandang Pangan", karena pedagang di sepanjang
jalur satu arah mengklaim bahwa dengan diterapkannya kebijakan satu arah
menyebabkan usaha mereka tidak laku karena sepi tidak ada yang mampir; "Ayas
(saya) Getun Milih Ente (Wali Kota Malang, M Anton)", karena jalur satu
arah membuat wilayah mereka menjadi rawan terjadi kecelakaan. Dibuktikan dengan
sudah beberapa kali terjadi warga tertabrak kendaraan saat menyeberang jalan.
Jalur satu arah juga menyebabkan arus lalu lintas di wilayah mereka semakin semrawut
sehingga masyarakat merasa menyesal telah memilih walikota yang kini sedang
menjabat di Kota Malang; “Balikin... Ooh... Balikin... Jalan gue kayak dulu
lagi... Loe harus tanggung jawab kalo jalan ini jadi macet...”, hal ini menunjukkan
bahwa warga menginginkan jalur di kawasan tersebut dikembalikan (dua arah)
seperti semula; dan “Jalur Satu Arah Mendukung CURANMOR”, yang menunjukkan
bahwa dengan adanya jalur satu arah menyebabkan tindak kriminal curanmor
semakin menjadi-jadi karena faktor kelancaran dalam berkendara (dapat
kebut-kebutan).
Kaum minoritas yang menanggapi
kebijakan ini dengan pro berusaha menghibur diri bahwa penerapan one way cocok
dilakukan utk mengurai kemacetan terutama di lingkar Universitas Brawijaya sebagai
salah satu titik kemacetan. Jika memang one way ini bukan
solusi mengatasi kemacetan, pemerintah setempat pasti akan mengkaji ulang
aturan yang mereka buat. Karena, disetiap kebijakan yang dibuat, mungkin akan
ada kebaikan yang dihasilkan. Setidaknya penulis belajar untuk percaya bahwa
semua ini demi kebaikan bersama. Jika perubahan tidak dimulai dari sekarang,
mau kapan lagi? Apalagi kami selaku calon mahasiswa perencana kota,
pemberlakuan jalur satu arah merupakan salah satu rekayasa lalu lintas yang
dibuat untuk mengatasi kemacetan kota Malang. Keluhan-keluhan dari kaum kontra
tentunya juga sudah ditampung oleh pemerintah kota untuk disampaikan kepada
walikota Malang. Tentunya pemerintah masih terus mengkaji dan
memikirkan efeknya jika memang peraturan tersebut benar-benar sudah
dilaksanakan sepenuhnya.
Setiap kebijakan dan
penerapan sebuah peraturan pasti memiliki pro dan kontra karena terdapat sisi
negatif dan positif dalam penerapannya. Cara menyikapinya adalah menelaah lebih
lanjut setiap kebijakan yang ada, jika lebih banyak sisi positif yang kita
dapat harusnya peraturan tersebut dapat dilanjutkan. Sedangkan sisi negatifnya
perlu dicarikan alternatif kebijakan lainnya secara bersama-sama.
Suatu kebijakan yang
bagus, tetapi kurang diterima masyarakat karena kurangnya sosialisasi dari
pemerintah sendiri. Dalam teknis pelaksanaannya, kebijakan ini seharusnya
menggandeng sinergi-sinergi yang lain yaitu pemerintah kota batu dan pemerintah
kabupaten Malang karena memang di jalur tersebut adalah jalur yang strategis
sehingga banyak dilalui orang dari berbagai kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar