Jumat, 02 Mei 2014

Mitigasi Bencana Banjir Rob Jakarta Utara

MITIGASI BENCANA BANJIR ROB
DI JAKARTA UTARA


 









Oleh :
Andrew Adrian Manalu                  (135060601111009)
Fadhilatus Shoimah                                   (135060601111023)
Mayora Alvensi Daristan                (135060601111022)
Agustina P. Farida Seran               (135060601111028)
Fatma Shafura                                 (135060601111007)




JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH dan KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2013

KATA PENGANTAR


Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya tugas besar mata kuliah Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota dengan judul ”Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W, atas petunjuk untuk selalu berada di jalan yang diridhoi-Nya.
Penulisan tugas besar ini dapat terselesaikan atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tak lupa juga disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.            Ibu Mustika Anggraeni, S.T., M.T., sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyusunan tugas besar ini.
2.            Bapak Johannes Parlindungan Siregar, S.T., M.T., sebagai dosen yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyusunan tugas besar ini.
3.            Bapak Eddi Basuki Kurniawan, S.T., M.T., sebagai dosen yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyusunan tugas besar ini.
4.            Teman-teman seperjuangan jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, khususnya kelas C Fakultas Teknik Universitas Brawijaya serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian tugas besar ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan tugas besar ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Malang, 12 Desember 2013


Penulis


DAFTAR ISI
























BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki wilayah teritorial luas, memiliki banyak gunung api aktif, terletak diantara dua lempengan geologi besar yang selalu bergerak, memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kondisi tersebut mempunyai sisi positif yaitu membawa keuntungan seperti tanah yang subur, sumber daya manusia melimpah, sumber daya air yang cukup dan kekayaan budaya, tetapi di samping itu juga mempunyai sisi negatif yang membawa kerugian seperti seringnya terjadi bencana gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, gelombang tsunami, serta banjir rob (pasang).
Fenomena banjir rob terjadi hampir sepanjang tahun baik pada musim kemarau maupun penghujan di sepanjang pesisir pantai. Hal ini menunjukan terjadinya banjir rob tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat intensitas curah hujan tetapi lebih dipengaruhi kepada gaya gravitasi bulan. Gaya gravitasi bulan inilah yang menyebabkan terjadinya pasang surut air laut. Ketika bulan sedang purnama, maka saat itulah terjadi pasang maksimal yang akan menyebabkan terjadinya banjir rob. Selain itu juga karena pengaruh angin laut, angin yang dimaksud disini adalah angin badai yang dapat menyebabkan air laut membanjiri daratan di sekitarnya.
Gambar 1. 1 Data peristiwa banjir rob di pesisir Jakarta
Sumber: Liputan 6, 2012
Fenomena banjir rob ini sering terjadi di daerah pesisir. Tidak hanya pesisir-pesisir kota kecil tetapi pesisir ibukota pun juga ikut terkena banjir rob tiap tahunnya, khususnya di daerah pesisir Jakarta Utara. Jakarta Utara merupakan bagian dari ibukota yang mengalami perkembangan wilayah yang pesat setiap tahunnya. Perkembangan serta pembangunan infrastruktur yang berbasis kota megapolitan menyebabkan masyarakat berbondong-bondong untuk melakukan urbanisasi sehingga terjadi kepadatan penduduk yang ekstrim di ibukota yang ditandai dengan meningkatnya pembangunan gedung-gedung bertingkat serta meningkatnya aktivitas penduduk, yang mana secara tidak langsung hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih dan memicu pengambilan air tanah secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah di Jakarta, dan kenaikan air laut, sehingga menyebabkan terjadinya banjir rob di daerah Jakarta utara.
Tabel 1.2 Data Penurunan Permukaan Tanah di Wilayah Jakarta Utara dari Tahun 1993-Tahun 2005
Sumber : Dinas Pertambangan DKI Jakarta, 2005
Pesisir Jakarta Utara merupakan teluk yang landai. Kelandaian dasar laut ini lama-kelamaan membentuk endapan-endapan yang menghambat aliran air sungai menuju laut. Arus pasang  kemudian merambat di daerah pantai yang landai dan membuat genangan di wilayah pesisir. Sehingga pengaruh inilah yang membuat pesisir Jakarta Utara selalu terkena banjir rob (pasang) setiap tahunnya.
Selain karena faktor tersebut, banjir rob dapat terjadi karena perubahan tata guna lahan di pantai. Segala aktivitas manusia di daerah dataran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan serta kemakmuran. Pembangunan infrastruktur terus dikembangkan baik infrastruktur transportasi, permukiman, perumahan, komunikasi, sistem keairan dan lain-lain. Konsekuensi dari perkembangan infrastruktur adalah perubahan tata guna lahan dari kondisi alam seperti hutan, tanaman bakau dan tanaman lainnya menjadi kondisi buatan manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Perubahan  tata guna lahan lebih cenderung merubah saja tanpa memperhitungkan dampaknya maka salah satu kerugian nyata adalah kerugian banjir yang terus meningkat. Meskipun telah dilakukan upaya-upaya pengendalian banjir, namun banjir masih terus meningkat. Sesuai dengan teori perubahan tata guna lahan, peningkatan banjir puluhan kali sedangkan pengendalian banjir terutama dengan pembangunan fisik hanya mampu dan berkapasitas 2 sampai 3 kali saja. Kegiatan manusia menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang yang berdampak pada perubahan alam. Aktivitas manusia yang sangat dinamis, seperti pembabatan hutan mangrove (bakau) untuk daerah hunian, konversi lahan pada kawasan lindung, pemanfaatan sungai/saluran untuk permukiman, dan pemanfaatan wilayah retensi banjir.
Kawasan pesisir utara Jakarta merupakan daerah yang rentan terhadap perubahan garis pantai. Pengaruh perubahan tata guna lahan dan fenomena kenaikan muka laut yang mengakibatkan perubahan garis pantai. Akibat perubahan garis pantai ini sering terjadi bencana di wilayah pesisir, yang salah satunya adalah kejadian banjir rob (pasang). Banjir rob (pasang) terjadi pada saat kondisi pasang maksimum/tertinggi (High Water Level) menggenangi daerah-daerah yang lebih rendah dari muka laut rata-rata (mean sea level). Limpasan air laut dengan bantuan gaya gravitasi akan mengalir menuju tempat-tempat rendah, kemudian akan menggenangi daerah-daerah tersebut.
DKI Jakarta sebagai pusat kota dan perekonomian di Indonesia memiliki garis pantai sepanjang ± 32 km di pesisir bagian utara serta 40 % daerah Jakarta merupakan dataran rendah, maka wilayah pantai ini jelas terkena dampak banjir rob (pasang). Terjadinya pembangunan di setiap titik wilayah Jakarta, seiring dengan laju peningkatan kepadatan penduduk membuat daratan menjadi padat dengan bangunan. Kondisi seperti ini menjadikan perubahan wilayah yang basah menjadi daratan yang kering dengan melakukan pembangunan wilayah basah tanpa melihat dampak yang akan terjadi. Wilayah- wilayah pesisir utara Jakarta yang sering mengalami banjir rob (pasang) meliputi wilayah Muara Baru, Muara Angke, Pluit, Marunda, dan Cilincing. Hampir sepanjang musim baik musim hujan maupun kemarau daerah pesisir utara Jakarta ini selalu mengalami banjir rob (pasang). Namun banjir rob (pasang) di kawasan pesisir Jakarta semakin diperparah dengan adanya perubahan penggunaan lahan pada pesisir pantai yang mengakibatkan perubahan garis pantai.
Jakarta Utara dengan penduduk sekitar 1,4 juta jiwa merupakan bagian dari ibukota negara Indonesia yang letaknya sangat strategis sebagai simpul transportasi regional. Sehingga Jakarta Utara mempunyai kelengkapan sarana prasarana fisik yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut mendorong pertumbuhan dan perkembangan kota berjalan dengan cepat. Seiring dengan laju pembangunan Jakarta Utara, Pertumbuhan dan perkembangan kota menyebabkan perubahan pada kondisi fisik kota, yaitu perubahan guna lahan. Hal itu tentu saja menimbulkan permasalahan tersendiri pada Jakarta Utara. Semakin besar suatu kota maka semakin besar atau komplek permasalahan yang ditimbulkan dan dihadapinya. Jakarta Utara dalam beberapa tahun terakhir ini menghadapi permasalahan yang cukup sulit, yaitu banjir.
Bencana banjir merupakan permasalahan umum terutama didaerah padat penduduk pada kawasan perkotaan, daerah tepi pantai atau pesisir dan daerah cekungan. Masalah banjir bukanlah masalah baru bagi Jakarta Utara, tetapi merupakan masalah besar karena sudah terjadi sejak lama dan pada beberapa tahun terakhir mulai merambah ke tengah kota. Hal tersebut terjadi karena adanya faktor alam dan perilaku masyarakat terhadap alam dan lingkungan.


Tabel 1.3   Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Jumlah Penduduk,
Rata-rata Kepadatan Penduduk dan Anggota Keluarga per
Rumah Tangga  di Jakarta Utara Tahun 2003-2035
Sumber : BPS
Proses terjadinya banjir dikarenakan oleh faktor antroposentrik, faktor alam dan faktor teknis. Faktor antroposentrik adalah aktivitas dan perilaku manusia yang cenderung mengakibatkan luasan banjir semakin meningkatnya. Beberapa faktor antroposentrik yang juga merupakan faktor non teknis penyebab banjir pada Jakarta Utara, yaitu pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, misalnya terjadinya perubahan tata guna lahan pada daerah–daerah lindung seperti daerah perbukitan dan daerah pegunungan sehingga menimbulkan problem peningkatan run–off dan banjir kiriman. Sedangkan pembangunan ke arah pantai dengan reklamasi menyebabkan luasan rawa menjadi berkurang sehingga mengakibatkan luasan tampungan air sementara juga berkurang. Perkembangan lahan terbangun suatu kota diakibatkan oleh jumlah penduduk dan kegiatan-kegiatan kota seperti perumahan, perkantoran, perdagangan, perindustrian dan lain-lain sehingga meningkatkan kebutuhan terhadap air tanah. Kedua fenomena tersebut menimbulkan kecenderungan perubahan daya dukung sumber daya air tanah, sedangkan di pihak lain terjadi penurunan volume/debit pengisian kembali air tanah. Selain itu pengambilan air tanah secara besar-besaran tanpa diimbangi dengan pengisian kembali air tanah yang seimbang menyebabkan penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah akibat pemompaan air tanah yang berlebihan tanpa memperhatikan kemampuan pengisian kembali ini dapat menyebabkan amblesnya permukaan tanah dan intruisi air laut (Asdak, 1995: 243,249). Terjadinya penurunan muka tanah ini mengakibatkan permukaan air laut lebih tinggi dari permukaan tanah, kejadian ini dikenal dengan banjir pasang air laut (rob).
Disamping itu perilaku dan aktivitas manusia yang menghasilkan gas buang karbondioksida (CO2) yang bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil dan chloroflourocarbon (CFC) dari kulkas, sprayer kemasan kaleng serta AC dapat mengakibatkan terjadinya penipisan pada lapisan ozon, karena kedua gas buang itu mengeluarkan atom yang dapat merusak molekul ozon di atmosfer. Sehingga terjadi fenomena perubahan iklim yang ekstrim. Lapisan ozon merupakan pelindung bumi dari pengaruh sinar matahari sehingga bila lapisan ini menipis maka akan terjadi pemanasan global yang ditandai dengan meningkatnya intensitas cahaya matahari sehingga terjadi peningkatan suhu di bumi yang menyebabkan lapisan es di Kutub Utara dan di Antartika mencair. Akibatnya, permukaan air laut global naik volumenya. naiknya permukaan air laut menyebabkan sebagian pulau dan tempat rendah di permukaan bumi terendam (Suara Merdeka, 2011).
Terjadinya bencana ini membawa kerugian material dan non material yang jumlahnya cukup besar baik itu berupa harta benda masyarakat maupun sarana pelayanan publik milik pemerintah serta psikis masyarakat yang masih terguncang akibat banjir rob. Sehingga, diperlukan suatu upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terencana.

1.2 Identifikasi Masalah                                                                                      

1.   Apa saja faktor yang mempengaruhi kerentanan bahaya banjir rob?
2.   Bagaimana klasifikasi zona bahaya banjir rob di Jakarta Utara?
3.   Bagaimana tingkat kapasitas masyarakat terhadap banjir rob di Jakarta Utara?

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana menentukan sistem mitigasi bencana yang tepat untuk menanggulangi bencana banjir rob yang terjadi di Jakarta Utara sehingga dapat diterapkan pada masyarakat untuk mengurangi kerugian fisik maupun  non fisik?

1.4   Tujuan Makalah

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan bahaya banjir rob
2. Mengetahui klasifikasi zona bahaya banjir rob di Jakarta Utara
3. Mengetahui tingkat kapasitas masyarakat terhadap banjir rob di Jakarta Utara

1.5   Kegunaan Makalah

1.      Membantu mahasiswa untuk mengenal teori mitigasi bencana
2.      Memaparkan peran penting mitigasi bencana terhadap rantai kehidupan masyarakat
3.      Menjadi sarana pengetahuan tentang teori mitigasi bencana bagi mahasiswa

1.6   Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan
Berupa Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang yang berisi mengenai masalah terkait mitigasi bencana, pengidentifikasian permasalahan yang timbul, rumusan masalah yang berisi pertanyaan terkait masalah mitigasi bencana yang ada di Jakarta Utara, tujuan yang berisi mengenai tujuan melakukan penulisan yang berdasar pada rumusan masalah, kegunaan yang berisi mengenai kegunaan melakukan penulisan serta sistematika pembahasan yang berisi tatanan pembahasan yang dimulai dari pendahuluan sampai ke kesimpulan.
BAB II Pembahasan Teori
Berupa pembahasan teori yang berisi mengenai ulasan-ulasan teori yang berkaitan dengan pembahasan di bab III, meliputi definisi mitigasi bencana dan banjir rob dan hal-hal yang terkait dengan mitigasi bencana seperti tahap-tahap mitigasi bencana, konsep mitigasi bencana, komponen-komponen dalam mitigasi bencana, faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses mitigasi bencana dan prinsip-prinsip mitigasi bencana serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kerentanan banjir rob.
BAB III Pembahasan
Berupa pembahasan materi yang berisi gambaran umum yang memberikan informasi mengenai banjir rob di Jakarta utara serta upaya penanganan mitigasi yang tepat dan penataan ruang kota yang berbasis mitigasi bencana.
BAB IV Penutup
Berupa kesimpulan dan saran dari pembahasan dalam makalah ini.






1.7   Kerangka Pemikiran


BAB II

PEMBAHASAN TEORI

2.1   Definisi

Mitigasi merupakan tahap penanggulangan bencana alam yang pertama. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil dampak yang ditimbulkan dari bencana alam. Sedangkan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya atau usaha untuk mengurangi bahkan meniadakan risiko bencana yang meliputi banyaknya korban yang berjatuhan dan kerugian fisik yang timbul, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana tersebut.
Bencana merupakan “an event, natural or man-made, sudden or progressive, which impacts with such severity that th affected community has to respond by taking exceptional measures” (Nick Carter, 1991). Bencana (disaster) cenderung mencerminkan karakteristik sebagai berikut :
1.      Gangguan terhadap pola kehidupan normal. Gangguan tersebut biasanya bersifat besar dan tiba-tiba, tidak terduga dan tersebar luas.
2.      Memberikan dampak pada manusia seperti korban jiwa, luka-luka, penderitaan dan dampak yang merugikan bagi kesehatan
3.      Berdampak pada struktur sosial seperti kerusakan pada sistem pemerintahan, bangunan, komunikasi dan sistem layanan penting lainnya
4.      Kebutuhan masyarakat seperti tempat perlindungan, makanan, pakaian, bantuan pengobatan dan perlindungan sosial.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta.
Banjir merupakan peristiwa yang terjadi ketika terdapat suatu aliran air yang berlebihan merendam daratan.
Rob adalah istilah lain untuk menyebutkan banjir pasang-surut. Banjir rob adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.

2.2   Tahap-Tahap Mitigasi Bencana

1.   Pengenalan dan pemantauan risiko bencana
2.  Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana
3.  Pengembangan budaya sadar bencana
4.  Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana
5.  Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana
6.  Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam
7.  Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi
8.  Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan
hidup
9.  Kegiatan mitigasi bencana lainnya

2.3   Konsep

1.   Tahap pertama dalam setiap strategi mitigasi adalah memahami sifat bahaya yang mungkin akan dihadapi.
2.   Daftar dan urutan bahaya sesuai dengan kepentingannya berbeda untuk setiap negara dan daerah, bahkan bisa bervariasi dari desa ke desa. Kajian-kajian dan pemetaan yang ada dapat mengidentifikasikan bahaya yang paling signifikan di setiap area.
3.   Memahami bahwa setiap bahaya memerlukan pemahaman tentang :
a.     Penyebab-penyebabnya
b.    Penyebaran geografisnya, ukuran atau keparahannya, dan kemungkinan frekuensi kemunculannya.
c.    Mekanisme kerusakan fisik, elemen dan aktivitas yang paling rentan terhadap kerusakan.
d.    Kemungkinan konsekuensi sosial dan ekonomi dari bencana.
4.   Mitigasi tidak hanya mencakup penyelamatan mereka yang terluka dan mengurangi kerugian-kerugian harta benda, tetapi juga mengurangi konsekuensi yang saling merugikan dari bahaya alam terhadap aktivitas ekonomi masyarakat yang ada.
5.   Penilaian kerentanan merupakan aspek penting dari perencanaan mitigasi yang efektif. Kerentanan secara tidak langsung menyatakan baik kerawanan terhadap kerusakan fisik, kerusakan ekonomi dan kurangnya sumber daya untuk pemulihan yang cepat.
6.   Untuk mengurangi kerentanan fisik, elemen yang lemah bisa dilindungi atau diperkuat. Untuk mengurangi kerentanan institusi sosial dan aktivitas ekonomi, infrastuktur perlu modifikasi atau pengaturan institusi dimodifikasi.

2.4   Komponen-Komponen

Dalam melaksanakan mitigasi bencana dibutuhkan 4 jenis komponen dalam mendukung terlaksananya mitigasi bencana, antara lain:
1.    Komponen pertama yaitu lebih memfokuskan pada sisi pengorganisasian
manajemen resiko bencana serta pelatihan ke pihak lain.
2.    Komponen kedua adalah mendukung implementasi Rencana Awal Manajemen Resiko Bencana dengan pemahaman akan bencana, kapasitas atau infrastruktur, penguatan institusi.
3.    Komponen 3 adalah menyatukan kajian resiko bencana dan pilihan yang efektif untuk dikomunikasikan kepada pengambil keputusan, perencana, pendidik, tokoh masyarakat,dan pejabat lokal tentang resiko bencana.
4.    Komponen 4 adalah memfokuskan pada penyediaan dukungan teknis serta logistik untuk pengembangan dan implementasi kesepakatan manajemen Resiko Bencana dalam suatu kota.

2.5   Faktor–Faktor Yang Harus Diperhatikan

1.      Teknik sipil dan konstruksi
2.      Perencanaan fisik
3.      Tindakan–tindakan ekonomi
4.      Tindakan–tindakan institusi dan manajemen
5.      Tindakan–tindakan masyarakat
Tindakan–tindakan teknik sipil mulai dari pekerjaan teknik sipil skala besar sampai penguatan bangunan individu dan proyek berbasis masyarakat skala kecil. Praktek perundang–undangan untuk perlindungan bencana kemungkinan tidak efektif jika undang–undang itu tidak diterima dan dipahami oleh masyarakat. Pelatihan bagi tukang bangunan lokal dalam teknik untuk menggabungkan perlindungan yang lebih baik ke dalam struktur tradisional bangunan, jalan, tanggul, jembatan mungkin menjadi komponen penting dari tindakan-tindakan semacam itu.
Penempatan secara hati–hati terhadap fasilitas baru terutama fasilitas masyarakat seperti sekolah, pusat pelayanan kesehatan serta infrastruktur masyarakat lainnya memainkan suatu peran yang penting dalam mengurangi kerentanan tempat hunian: di daerah–daerah perkotaan, dekonsentrasi dari elemen–elemen yang secara khusus beresiko merupakan satu prinsip yang penting.
Hubungan–hubungan antar sektor ekonomi yang berbeda mungkin lebih rentan terhadap gangguan bencana dibanding dengan infrastruktur fisik. Diversifikasi ekonomi adalah salah satu cara penting untuk mengurangi resiko. Suatu ekonomi yang kuat adalah pertahanan yang paling baik untuk melawan bencana. Di dalam ekonomi yang kuat, pemerintah dapat menggunakan insentif ekonomi untuk mendorong para individu atau institusi untuk mengambil tindakan mitigasi bencana.
Membangun perlindungan bencana memakan waktu yang cukup lama. Diperlukan dukungan oleh suatu program pendidikan, pelatihan dan pembangunan institusi untuk memberi pengetahuan profesional dan kompetensi yang dibutuhkan.
Perencanaan mitigasi harus bertujuan untuk mngembangkan suatu budaya keselamatan dimana semua anggota masyarakat sadar akan bahaya yang mereka hadapi, mengetahui bagaimana melindungi diri mereka, dan akan mendukung upaya perlindungan dari orang lain dan masyarakat secara keseluruhan.

2.6  Prinsip-Prinsip

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas tiga tahap yang meliputi tahap pra bencana, tahap tanggap darurat dan tahap pasca bencana. Pelaksanaan kegiatan pada setiap tahap menganut prinsip-prinsip sebagai berikut
1.   Tahap Pra Bencana
Dalam tahap pra bencana kegiatan mitigasi bencana dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dalam bentuk penegakan hukum/peraturan pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan fisik di lapangan yang bertujuan untuk mengurangi dampak kerugian yang terjadi bila ada bencana seperti dengan mematuhi rencana tata ruang dan tata bangunan yang telah ditetapkan. Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat yang perlu ditempuh dalam menghadapi situasi darurat.
2.   Tahap Tanggap Darurat
Dalam tahap tanggap darurat kegiatan mitigasi bencana, dukungan yang diberikan dalam kegiatan evakuasi korban bencana adalah penyediaan dan pengoperasian peralatan yang diperlukan untuk mendukung dan memberikan akses bagi pelaksanaan kegiatan pencarian dan evakuasi korban bencana beserta harta bendanya di lokasi dan keluar dari lokasi bencana. Pelaksanaan kegiatan tanggap darurat utamanya dilakukan untuk memulihkan kondisi dan fungsi prasarana dan sarana yang rusak akibat bencana yang bersifat darurat/sementara namun harus mampu mencapai tingkat pelayanan minimal yang dibutuhkan, dan menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi perawatan dan penampungan sementara para pengungsi korban bencana.
3.   Tahap Pasca Bencana
Dalam tahap pasca bencana kegiatan mitigasi bencana, kegiatan rehabilitasi da rekonstruksi yang dilaksanakan harus diupayakan untuk melibatkan peran serta masyarakat. Bantuan dari pemerintah diutamakan berupa stimulan yang diharapkan akan dapat mendorong tumbuhnya keswadayaan masyarakat. Pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi diutamakan bagi prasarana dan sarana serta rumah bagi masyarakat yang tidak mampu dengan pendekatan tridaya dalam pelaksanaannya (permukiman).






BAB III

PEMBAHASAN

3.1   Gambaran Umum

Jakarta Utara dengan luas wilayah 143,21 km2 memiliki batas-batasnya sebagai berikut:
Sebelah utara              : Laut Jawa
Sebelah timur              : Bekasi
Sebelah selatan          : Jakarta BaratJakarta Pusat dan Jakarta Timur
Sebelah barat              : Tangerang
       Jakarta utara terdiri dari 31 Kelurahan, 405 RW, 4676 RT. Wilayah Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 km, menjorok ke darat antara 4 s/d 10 km. Ketinggian dari permukaan laut antara 0-2 M. Jakarta utara merupakan wilayah pantai beriklim panas dengan suhu rata-rata 28,7 C. curah hujan rata-rata setiap bulan mencapai 135,93 mm dengan maksimal curah jujan pada bulan Januari. Kelembaban udara rata-rata 74,7 persen yang disapu angin dengan kecepatan sekitar 4,79 knot sepanjang tahun. Kondisi wilayah yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya 13 sungai menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir.
Pesisir utara Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 5° 56' 15'' - 6° 55' 30'' LS dan 106° 43' 00'' – 106° 58' 30'' BT , dengan batas di sebelah Barat berbatasan dengan Tanjung Pasir dan di sebelah Timur berbatasan Tanjung Karawang. Luas perairan Teluk Jakarta sekitar 514 km2 dan panjang garis pantainya lebih kurang 80 km dimana 32 km merupakan garis pantai Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta (Setiapermana dan Nontji, 1980).
Sistem perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh limpasan air 13 muara sungai yang melewati wilayah Jakarta Utara. Ketiga belas sungai tersebut terdiri dari 3 sungai besar, yaitu Sungai Citarum, Sungai Bekasi, dan Sungai Ciliwung serta 10 sungai kecil, yaitu: Sungai Kamal, Sungai Cengkareng Drain, Sungai Angke, Sungai Karang, Sungai Ancol, Sungai Sunter, Sungai Cakung, Sungai Blencong, Sungai Grogol, dan Sungai Pesanggrahan (Damar, 2003).
Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal yang pada umumnya memiliki kedalaman kurang dari 30 meter (Setiapermana dan Nontji, 1980). Dasar perairan melandai ke arah utara menuju Laut Jawa. Perairan Teluk Jakarta dapat dibagi dalam tiga zona yaitu zona barat, timur, dan tengah. Zona barat dipengaruhi oleh sungai-sungai yang sebelum bermuara di perairan teluk, melalui kota metropolitan Jakarta. Zona tengah selain mendapat pengaruh dari sungai-sungai tersebut juga dipengaruhi oleh aktivitas beberapa buah pelabuhan, yaitu : Pelabuhan Pelindo, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Cilincing, dan lain-lain. Sementara itu, zona timur mendapat pengaruh dari sungai Citarum dan beberapa sungai kecil yang melalui daerah indrustri dan pemukiman Bekasi.
Ketinggian dari permukaan laut antara 0-20 meter, dari tempat tertentu ada yang dibawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa/empang air payau. Wilayah Jakarta Utara merupakan pantai beriklim panas, dengan suhu rata-rata 27oC, curah hujan setiap tahunnya rata-rata 142,54 mm dengan maksimal curah hujan pada bulan September. Kondisi wilayah yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya 9 (sembilan) sungai dan 2 (dua) banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut.
Sungai-sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta ini menyebabkan perairan tersebut menjadi tempat pembuangan cemaran-cemaran aktivitas manusia. Pada perairan tersebut, musim mempengaruhi kondisi perairan karena menentukan arah dan kecepatan arus air laut. Perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh massa air Laut Jawa, seperti pada musim barat (November- April) massa air dari Laut Natuna mempengaruhi massa air Teluk Jakarta sedangkan pada musim timur (Mei-Oktober) arus berasal dari Laut Jawa bagian Timur (Pemprov DKI Jakarta, 2010).

3.2   Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Kerentanan Banjir Rob

3.2.1  Kerentanan dari Aspek Lingkungan

1.    Pasang surut laut
Pasang surut laut adalah pergerakan permukaan air laut kearah vertikal disebabkan pengaruh gaya tarik bulan, matahari dan benda angkasa terhadap bumi sehingga air laut naik ke daratan. Gerakan permukaan air laut berperiodik sesuai gaya tariknya, intensitas gaya tarik akan berfluktuasi sesuai posisi bulan, matahari dan bumi. Posisi bulan dan bumi akan mempengaruhi besar kecilnya tunggang air. Tunggang air (tidal range) yaitu perbedaan tinggi air antara pasang maksimum (High Water) dan pasang minimum (Low Water) disebut tunggang air dengan tinggi air rata-rata mencapai dari beberapa meter hingga puluhan meter. Puncak gelombang disebut pasang maksimum dan lembah gelombang disebut pasang minimum (Wibisono, 2005). Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berskala dari bulan. Gaya sentrifugal adalah suatu tenaga yang didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan tenaga yang ditarik ke permukaan bumi. Tidak sama halnya dengan gaya tarik gravitasi bulan di mana gaya ini terjadi tidak merata pada bagian-bagian permukaan bumi. Gaya ini lebih kuat terjadi pada daerah-daerah yang letaknya lebih dekat dengan bulan, sehingga gaya yang terbesar terdapat pada bagian bumi yang terdekat dengan bulan dan gaya yang paling lemah terdapat pada bagian yang letaknya terjauh dari bulan. Gaya tarik gravitasi menarik laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Hutabarat dan Evans,1988).
Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Nilai periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit. Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan, dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pada saat bulan ¼ dan ¾.
Pasang surut bersifat periodik, data amplitudo dan beda fase dari komponen pembangkit pasang surut dibutuhkan untuk meramalkan pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk morfologi pantai dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, terbentuk komponen-komponen pasang surut yang baru (Pond dan Pickard, 1983).
2.    Intensitas curah hujan
Semakin tinggi intensitas hujan, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
3.    Geomatrik sungai
Jarak kedekatan dari sungai yang terpengaruhi oleh pasang surut air laut.
4.    Topografi
Semakin rendah ketinggian topografi, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob. Kondisi topografi Jakarta utara sebagian besar terdiri dari daratan hasil dari pengurukan rawa-rawa yang mempunyai ketinggian rata-rata 0 s/d 1 diatas permukaan laut terutama ditemukan disepanjang pantai.
5.    Jenis Tanah
Berhubungan dengan indikasi kemampuan tanah untuk mendukung proses peresapan air kedalam.
Fenomena “Banjir” di Kota DKI Jakarta memang tidak selalu berhubungan dengan telah amat dangkalnya MAT yang ada, namun juga karena “time lag” antara lambatnya perjalanan air masuk ke tanah dibandingkan dengan cepatnya air hujan tiba.
6.    Penggunaan Lahan
Semakin tinggi tutupan lahannya, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob. Penutupan lahan (land cover) adalah perwujudan secara fisik (kenampakan visual) dari vegetasi, benda alami dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa mempermasalahkan kegiatan manusia pada objek yang ada (Townshend dan Verge, 1998). Dinamika tingkat perkembangan penutupan lahan disebabkan oleh faktor utamanya yaitu faktor manusia dan faktor alam itu sendiri yang mudah berubah. Perubahan yang berasal dari faktor manusia antara lain dipicu oleh tingkat aksebilitas, pesatnya laju pertumbuhan penduduk, jarak lokasi terhadap pusat kegiatan (infrastruktur). Faktor dari alam seperti iklim dan erosi sangat mempengaruhi perubahan di lahan yang labil terutama di daerah pantai atau sungai.
7.    Penurunan muka tanah
Penurunan tanah akibat beban bangunan dan kadar atau jumlah air tanah berkurang.
Gambar 4.6 Peta Penurunan Tanah di Jakarta
Sumber :  Jakarta Coastal Defence Strategy, 2013
8.    Garis Pantai
Garis pantai (shoreline) adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan antara air laut dengan daratan pantai. Garis pantai selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu, baik perubahan sementara akibat pasang surut maupun perubahan yang permanen dalam jangka waktu yang panjang akibat abrasi dan akresi pantai atau keduanya (Pratikto, 2004).
Penyebab perubahan garis pantai dipengaruhi oleh faktor alami dan manusiawi. Faktor alami terdiri dari sedimentasi, abrasi, pemadatan sedimen pantai dan kondisi geologi. King, 1974 menyebutkan bahwa secara umum ada tiga hal yang berpengaruh terhadap faktor alami pada perubahan fisik pantai, yaitu gelombang, pasang surut, dan angin. Faktor manusiawi meliputi penanggulangan pantai, reklamasi (penggurugan pantai), penggalian sedimen pantai, penimbunan pantai, pembabatan hutan bakau pelindung pantai, pembuatan kanal banjir, dan pembangunan pelabuhan atau bangunan pantai lainnya.
Upaya penanggulangan erosi pantai antara lain dengan dibangunnya tembok laut sea wall atau pelindung tebing revetment, krib tegak lurus pantai groin dan pemecah gelombang sejajar pantai (Pratikto, 2004).
Giant sea wall adalah sebuah tanggul laut raksasa yang membentengi Teluk Jakarta. Proyek dengan panjang 35-60 kilometer dan tersebut dirancang untuk mengatasi banjir akibat kenaikan permukaan air laut, membersihkan air sungai sebelum ke laut, dan reklamasi pantai.
Konsep pembangunan tanggul ini tidak hanya untuk sepuluh hingga 20 tahun mendatang, tetapi untuk 50 hingga 100 tahun ke depan. Rencana pembangunan tanggul laut raksasa dengan varian opsi yang telah dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta. Panjang tanggul diperkirakan 35 hingga 60 kilometer.
Tujuan dari konsep ini yaitu untuk menciptakan danau air tawar sebagai buffer atau penyangga tata air di darat dan menciptakan daratan baru yang sangat besar tanpa pembebasan dan pemindahan warga, terciptanya banyak lapangan kerja, serta menciptakan sekaligus melestarikan hutan bakau baru di lepas pantai. Pembangunan giant sea wall untuk menjaga bahaya rob dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan air bersih. Selama proyek giant sea wall belum berjalan, Pemprov DKI dalam waktu dekat membangun pabrik penjernihan air di Curug, Karawang, Jawa Barat. Proyek ini merupakan solusi jangka pendek memenuhi kebutuhan air bersih Jakarta dan solusi jangka panjangnya adalah dengan membangun giant sea wall.
9.    Kenaikan muka laut
Kenaikan muka laut merupakan fenomena naiknya muka air laut terhadap rata-rata muka laut (titik acu benchmark di darat) akibat pertambahan volume air laut. Perubahan tinggi permukaan air laut dapat dilihat sebagai suatu fenomena alam yang terjadi secara periodik maupun menerus. Perubahan secara periodik dapat dilihat dari fenomena pasang surut air laut, sedangkan kenaikan air laut yang menerus adalah seperti yang teridentifikasi oleh pemanasan global. Selain itu, mencairnya es di kutub dan gletser juga memberikan kontribusi terhadap perubahan kenaikan muka laut. Dampak yang terjadi secara permanen antara lain perubahan kondisi ekosistem pantai, meningkatnya erosi, makin cepatnya kerusakan yang terjadi bergantung pada tingkat dan jenis pemanfaatan kawasan tepi pantai.
Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), memperkirakan bahwa pada kurun waktu 100 tahun terhitung mulai tahun 2000 permukaan air laut akan meningkat setinggi 15-90 cm dengan kepastian peningkatan setinggi 48 cm. Apabila perkiraan IPCC tentang kenaikan muka laut terjadi, maka diperkirakan Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau. Hal ini pula yang akan menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian besar wilayah Indonesia (Mimura, 2000).
Dampak negatif yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pesisir pantai di Indonesia dari fenomena kenaikan muka laut diantaranya erosi garis pantai, penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, meningkatnya dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan kerusakan ekosistem wilayah pesisir.

3.2.2  Kerentanan dari Aspek Fisik

1.   Jalan
Semakin rendah ketersediaan jalan dan buruknya kondisi jalan, akan semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
2.   Kepadatan permukiman
Luasan area terbangun suatu wilayah/jumlah bangunan diatas satu luasan wilayah yang dinyatakan dengan bangunan/ha dinamakan kepadatan permukiman.

3.2.3  Kerentanan dari Aspek Sosial

1.   Tingkat kepadatan penduduk
Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob. Kota administrasi di provinsi DKI Jakarta yang paling jarang penduduknya adalah Jakarta Utara karena setiap 1 km2 dihuni oleh 11.218 jiwa.
2.   Tingkat laju pertumbuhan penduduk
Semakin tinggi tingkat laju pertumbuhan penduduk, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.











Gambar 4.8 Jumlah Penduduk Jakarta Utara tahun 2003-2020
Sumber : Dinas PU Jakarta, 2009
3.   Persentase jumlah lansia dan balita
Semakin banyak jumlah penduduk usia tua dan balita, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
Tabel 4.2 Jumlah Balita, Remaja dan Lansia di Jakarta Utara









Sumber : BKKBN, 2013

3.2.4  Kerentanan dari Aspek Ekonomi

1.   Persentase rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian
Semakin banyak pekerja yang bekerja di sektor pertanian, maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
2.   Persentase rumah tangga miskin
Semakin banyak rumah tangga miskin,maka semakin rentan terhadap bencana banjir rob.
Tabel 4.1 Jumlah Rumah Tangga Miskin di Jakarta
Sumber : BPS DKI Jakarta, 2011

3.2.5  Kapasitas Fisik

1.   Jarak menuju tempat pengungsian
Jarak penduduk untuk mencapai tempat pengungsian ketika terjadi bencana.
2.   Fasilitas kesehatan
Jumlah fasilitas kesehatan di suatu wilayah.

3.2.6  Kapasitas Sosial

1.   Keberadaan organisasi
Tingkat keberadaan organisasi kemasyarakatan yang berhubungan dengan penanggulangan bencana di masyarakat.
2.   Kekerabatan penduduk dalam upaya penanggulangan bencana
Tingkat kekerabatan penduduk dalam masyarakat sebagai upaya penanggulangan bencana.

3.2.7  Kapasitas Sumber Daya Masyarakat

1.   Keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi kebencanaan
Tingkat keterlibatan masyarakat didalam diskusi/sosialisasi kebencanaan.
2.   Keterlibatan masyarakat dalam pelatihan persiapan sebelum terjadi bencana. Intensitas warga dalam mengikuti pelatihan persiapan bencana.

3.2.8  Kapasitas Ekonomi

1.   Rata-rata pendapatan masyarakat dalam waktu satu bulan
Tingkat pendapatan masyarakat dalam satu bulan.

2.   Kepemilikan asuransi jiwa
Tingkat kepemilikan asuransi jiwa.

3.3   Tingkat Kerentanan Banjir Rob

Tingkat kerentanan terbagi menjadi 5, yaitu zona sangat rentan, zona rentan, zona cukup rentan, zona sedikit rentan dan zona tidak rentan.
Tabel 3.2 Luasan kecamatan berdasarkan tingkat bahaya banjir rob
No.
Kecamatan
Klasifikasi (km2)
1.
Penjaringan
0
0,06
7,34
20,54
7,84
2.
Pademangan
0
0
1,01
8,54
2,20
3.
Tanjung Priok
0
0
5,19
13,94
5,48
4.
Koja
0
0
2,99
4,65
3,22
5.
Kelapa Gading
1,58
2,55
11,94
0
0
6.
Cilincing
2,36
3,27
14,38
14,15
6,29
Total
3,94
5,88
42,85
61.73
25,03
Sumber: Hasil Analisa GIS, 2012
Daerah yang masuk zona rentan dan sangat rentan berdasarkan hasil analisa adalah Cilincing. Daerah lain termasuk dalam zona sedikit rentan dan cukup rentan.

3.4   Tingkat  Bahaya Banjir Rob

Di Jakarta Utara terdapat 6 daerah yang memiliki klasifikasi bahaya banjir rob (dari angka 1 sampai 5) berdasarkan luasan wilayah yang berbeda-beda. Semakin besar angka menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin rentan dengan bencana banjir rob.

3.5 Tingkat Kapasitas Masyarakat terhadap Banjir Rob

Tingkat kapasitas masyarakat terhadap banjir rob di dapatkan 3 kelas, yakni kelas kapasitas sangat rendah, kapasitas sedikit, dan kapasitas cukup.
Tabel 3.3 Luas klasifikasi kapasitas setiap kecamatan
No.
Kecamatan
Klasifikasi (Km2)
1
2
3
1.
Penjaringan
0,99
18,01
16,44
2.
Pademangan
0,06
10,71
1,23
3.
Tanjung Priok
0,55
20,48
2,88
4.
Koja
0,25
10,5
0,1
5.
Kelapa Gading
0,03
15,9
0
6.
Cilincing
0,58
20,98
18,73
Jumlah
2,46
96,04
39,38
Sumber : Jurnal Teknik Pomits Vol. 2

3.6 Pengendalian Banjir Berbasis Tata Ruang

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah Indonesia yang rentan terhadap bencana alam. Secara geografis, Indonesia termasuk dalam kawasan rawan bencana sehingga diperlukan suatu penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana dengan harapan meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan masyarakat. Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Hal ini dapat diwujudkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang dikategorikan sebagai salah satu mitigasi bencana yang bersifat pasif sesuai pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.
Gambar 4. Siklus Pengelolaan Bencana
Sumber : Carter, 1991
Pengelolaan bencana alam seperti banjir rob dapat dilakukan dengan tindakan mitigasi. Tindakan mitigasi memiliki 2 sifat, yaitu mitigasi pasif serta mitigasi aktif. Mitigasi pasif lebih cenderung bersifat non fisik, contohnya kerangka hukum/perundangan, insentif-disinsentif, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kesadaran masyarakat, Rencana Tata Ruang, pengembangan kelembagaan, dan lain-lain. Sedangkan mitigasi aktif, merupakan suatu upaya yang sifatnya fisik, seperti pembuatan bangunan waduk, tanggul, perkuatan struktur bangunan, dan lain-lain.
Mitigasi bencana dalam konteks penataan ruang dapat diartikan sebagai alat untuk mencegah/ menghindari / menghilangkan bahaya (hazard), mengurangi tingkat kerentanan, serta meningkatkan ketahanan suatu wilayah/kawasan tertentu. Implementasinya dapat diwujudkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang dikategorikan sebagai salah satu alat mitigasi bencana pasif.
Beberapa hal mendasar dalam penataan ruang yang berbasiskan mitigasi bencana alam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Penataan Ruang didasari dengan pengenalan serta pemahaman mengenai risiko bencana di kawasan yang akan ditata sehingga diperlukan kajian terhadap kawasan rawan bahaya.
2.    Pengaturan pemanfaatan ruang yang memiliki ancaman bencana, melalui pengaturan fungsi ruang, aturan membangun, pembatasan penggunaan.
3.    Pengembangan struktur ruang dengan memperhatikan kebutuhan fasilitas pendukung kawasan rawan bencana.
4.    Penyediaan jalur-jalur dan daerah evakuasi dan bantuan darurat untuk antisipasi keadaan darurat
Berdasarkan Undang-Undang no .26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang kemudian diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), kawasan andalan di sekitar DKI Jakarta ada 3, yaitu kawasan perkotaan Jakarta, kawasan Bopunjur dan kawasan andalan laut Pulau Seribu, dengan sektor unggulan industri, pariwisata, perikanan, perdagangan, jasa, dan pertambangan. Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) termasuk Kepulauan Seribu yang telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Kawasan strategis nasional adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memilikii pengaruh penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan  lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Sebagai tindak lanjut dari PP no 26 tahun 2008, pada tanggal 12 Agustus 2008 telah diterbitkan Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur khususnya untuk wilayah DKI Jakarta dan kawasan Depok, Tangerang, Bekasi, Bogor, Puncak dan Cianjur.
Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa tujuan dari penatan ruang di wilayah Jabodetabekpunjur adalah mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir. Sedangkan sasaran dari penataan ruang di Jabodetabekpunjur adalah tercapainya kesepakatan antar daerah untuk mengembangkan sektor dan kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama.
Peraturan Presiden ini meliputi kebijakan serta strategi penataan ruang, rencana tata ruang kawasan Jabodetabekpunjur, arahan pemanfaatan ruang, arahan pengendalian pemanfaatan ruang, pengawasan pemanfaatan ruang, kelembagaan, peran masyarakat, dan pembinaan. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah sebagai upaya menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.
Strategi penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur yaitu mendorong adanya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan.
Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur berisi rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana struktur ruang terdiri dari sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana, yang mana jaringan prasarana tersebut termasuk dalam sistem drainase dan pengendalian banjir serta sistem pengolahan sampah.
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah banjir rob dari segi tata guna lahan dan perencanaan tata ruang adalah dengan melakukan beberapa tindakan penyeimbang (membangun kolam-kolam, situ, sumur penyerapan dan lain-lain) untuk pembangunan di atas tanah basah atau daerah konservasi kawasan hulu, daerah resapan sungai untuk meminimalkan dampak negatif pembangunan dan meningkatkan kepedulian lembaga, organisasi, dinas dan masyarakat atas isu-isu lingkungan sehingga mampu melestarikan keseimbangan ekosistem daerah Jakarta dan sekitarnya.
Untuk menangani banjir rob perlu langkah-langkah sebagai berikut: pembangunan drainase non gravitasi di sungai-sungai yang melintasi Jakarta Utara, pembuatan peraturan daerah pengembangan daerah pantai dan izin peil bangunan yang dikaitkan dengan IMB, serta penertiban dan memperketat perizinan air bawah tanah.


























BAB IV

PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Jakarta utara secara geografis berada pada kawasan rawan bencana alam yaitu banjir rob. Pada kawasan ini telah dibagi zona-zona per variabel tertentu.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan banjir rob adalah aspek lingkungan: ketinggian pasang air laut, curah hujan, geomatrik sungai, topografi, jenis tanah, tata guna lahan, penurunan tanah; aspek fisik: rasio panjang jalan banjir, dan kepadatan bangunan; aspek sosial: rasio usia tua-balita, tingkat kepadatan penduduk, tingkat laju pertumbuhan penduduk; aspek ekonomi: rasio penduduk miskin, dan rasio rumah tangga yang bekerja di sektor rentan.
Zona kerentanan diwilayah penelitian dibagi menjadi lima kelas zona yaitu zona tidak rentan, zona sedikit rentan, zona cukup rentan, zona rentan, dan zona sangat rentan. Berdasarkan nilai kerentanan, kecamatan Cilincing dan kecamatan Tanjung Priok termasuk dalam katagori sangat rentan, kecamatan Penjaringan, kecamatan Koja dan kecamatan Pademangantermasuk dalam katagori rentan, sedangkan kecamatan Kelapa Gading termasuk dalam katagori cukup rentan.
Tingkat kapasitas masyarakat terhadap banjir rob di dapatkan 3 kelas, yakni kelas kapasitas sangat rendah, kapasitas sedikit, dan kapasitas cukup. Tingkat kapasitas tertinggi adalah Kecamatan Cilincing dan Kecamatan Penjaringan.
Pembagian zona ini diperlukan untuk memberikan penanganan mitigasi yang tepat dan penataan ruang kota yang berbasis mitigasi bencana untuk zona tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan hidup warga Jakarta utara.

4.2  Saran

Banjir merupakan masalah yang sering terjadi, sebaiknya dilakukan kebijakan-kebjakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu diperlukan kerjasama dan komitmen antara masyarakat dan pemerintah untuk penanggulangan banjir tersebut.  dan melakukan tindakan-tindakan seperti, melakukan tata ruang dalam pembangunan kota yang baik, memperbanyak ruang terbuka hijau karena sangat penting bagi peresapan air, mengubah kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah disungai. Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap dari tahap pra bencana, tahap penanggungan bencana, tahap pasca bencana. Dari hal ini dibutuhkan partisipasi dari semua elemen masyarakat dan pemerintah agar dapat telaksana secara efektif.































DAFTAR PUSTAKA


BPS DKI Jakarta
Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta
Mayona, E.L. 2009. Arahan Pengembangan Kota Berbasis Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Kota Garut, Jawa Barat). Makalah dalam Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS Surabaya “Menuju Penataan Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan, Berdaya saing, dan Berotonomi”.  29 Oktober 2009. http://lib.itenas.ac.id/ (diakses pada tanggal 13 Desember 2013)
Pedoman Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Prasarana sarana ke-pu-an Kementerian Pekerjaan Umum
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur
Rangga, C.K. dan Supriharjo, R.D. 2011. Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara. Jurnal Teknik Pomits. 2 (I): 25-30.
Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
Yusuf, Yasin. 2005. Anatomi Banjir Kota Pantai. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta
http://alviansaf.wordpress.com/ (diakses pada tanggal 14 Desember 2013)
http://bplhd.jakarta.go.id/  (diakses pada tanggal 14 Desember 2013)
http://ejurnal.its.ac.id/ (diakses pada tanggal 8 Oktober 2013)
http://idjakarta.com/ (diakses pada tanggal 12 September 2013)
https://malhadi-mglenanldi-9f.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 12 September 2013)
https://rovicky.files.wordpress.com/ (diakses pada tanggal 13 September 2013)

http://werdhapura.penataanruang.net/  (diakses pada tanggal 12 September 2013)

2 komentar:

  1. Mari Cegah banjir dan Bencana Alam dengan menanam pohon. Sekarang semakin menarik karena ada program revolusioner, "MENANAM POHON SECARA BERKELANJUTAN YANG DIRAWAT OLEH TENAGA PROFESIONAL SEKALIGUS MENDAPATKAN MANFAAT EKONOMI DALAM PENANAMAN DAN KAMPANYENYA"


    Cari Tahu caranya di : http://www.greenwarriorindonesia.com

    BalasHapus